Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan yang diajukan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej. Dengan putusan itu, status tersangka yang disematkan kepada Eddy Hiariej menjadi batal. “Menyatakan Penetapan Tersangka oleh Termohon sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, terhadap Pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Hakim Estiono membacakan amar putusan di PN Jaksel, Selasa (30/1).
Dalam permohonannya, Eddy menyebut KPK sewenang-wenang dalam menetapkan tersangka. Eddy meminta status tersebut dibatalkan. Ia menilai perbuatan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang. Sebab, tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum sehingga seharusnya dinyatakan batal. Majelis Hakim sependapat dengan hal tersebut. Hakim menilai penetapan tersangka Eddy Hiariej tidak memenuhi syarat minimal 2 alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.
“Maka Hakim sampai kepada kesimpulan tindakan Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum,” kata hakim. Dalam kasusnya, Eddy Hiariej bersama dua anak buahnya diduga bersama-sama menerima suap Rp 8 miliar. Pemberian suap ini diduga terkait pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM, dan janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim.
Source : www.kumparan.com