JAKARTA, HUMAS MKRI – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang perdana soal laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman, Selasa (31/10/2023). Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini, MKMK menghadirkan empat Pelapor, yaitu Denny Indrayana, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, LBH Yusuf, dan perwakilan 15 guru besar/akademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).
Alasan 15 akademisi melaporkan Anwar Usman adalah karena diduga mempunyai konflik kepentingan. Mereka menilai putusan MK beberapa waktu lalu tidak sesuai dengan undang-undang. “Bahwa proses ini ketika ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang berat, terutama terkait dengan conflict of interest, bisa memberikan sanksi yang setara atau sanksi yang berat berupa pemberhentian secara tidak hormat,” ujar Kuasa Hukum CALS, Violla Reininda.
Violla menjelaskan terdapat potensi conflict of interest atau konflik kepentingan ketika memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. “Putusan tersebut mengubah syarat usia capres-cawapres yang akhirnya membuka kesempatan untuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pilpres 2024. Diketahui, Gibran adalah keponakan dari Anwar,” katanya
Kemudian, Ketua MK Anwar Usman juga dinilai melanggar prinsip kecakapan dan keseksamaan karena tidak menjalankan fungsi kepemimpinan dengan optimal dan tidak menegakkan hukum acara sebagaimana mestinya. “Ketiadaan judicial leadership ini berkaitan dengan kepemimpinan beliau ketika menghadapi adanya concurring opinion dari dua hakim konstitusi yang substansinya ternyata dissenting opinion. Sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.
Pelapor selanjutnya, Denny Indrayana menyampaikan beberapa hal terkait Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman. “Putusan 90 tersebut terindikasi merupakan hasil kerja yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime sehingga layak pelapor tasbihkan sebagai mega-skandal Mahkamah Keluarga,” kata Denny secara daring dari Sydney Australia.
Denny juga menilai seharusnya Ketua MK Anwar Usman mundur saat mengetahui adanya perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 lantaran berkenaan langsung dengan keluarganya, yaitu Presiden Joko Widodo dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Denny juga menjelaskan, Gibran memanfaatkan ketentuan dalam putusan MK tersebut dengan mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Dengan semua elemen tertinggi demikian, tidaklah patut jika pelanggaran etika dan kejahatan politik yang terjadi dipandang hanya sebagai pelanggaran dan kejahatan yang biasa-biasa saja, yang cukup dijatuhkan sanksi etika semata,” tuturnya.
Sementara itu, Para advokad yang tergabung dalam LBH Yusuf yang juga menjadi Pelapor dugaan konflik kepentingan dalam putusan MK tentang batas usia calon presiden, menuntut agar Ketua MK Anwar Usman dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat. “Meminta MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat apabila terbukti adanya konflik kepentingan (conflict of interest) yang dilakukan oleh Anwar Usman dan/atau hakim konstitusi lainnya,” kata Direktur LBH Yusuf Mirza Zulkarnaen
Menurut Yusuf, tindakan Anwar Usman ini jelas bertentangan dengan UU No 48 tentang Kekuasaan kehakiman Pasal 17 ayat (3). “Pasal ini intinya mengatur bahwa seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera,” lanjutnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, pihaknya meminta kepada MKMK untuk menindaklanjuti seluruh laporan/temuan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi secara terbuka dan transparan.
Pelapor berikutnya, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak melaporkan Ketua MK Anwar Usman diduga melanggar kode etik hakim. Menurut Zico, Ketua MK Anwar Usman secara sengaja membiarkan MKMK permanen belum terbentuk hingga hari ini. MKMK yang diketuai Jimly Asshiddiqqie juga belum permanen alias ad hoc.
“Saya melaporkan Ketua MK Anwar Usman atas pelanggaran etik yakni dalam proses pembentukan Dewan Etik dan pembentukan MKMK, yakni yang pertama secara sengaja membiarkan Dewan Etik MK mati suri dari akhir 2021 hingga awal 2023 agar laporan etik yang masuk tidak bisa diproses. Jadi, 7 September 2020 UU MK yang baru disahkan, yakni UU Nomor 7/2020. Pada UU itu sebelum disahkan memang bentuknya adalah Dewan Etik, tetapi ketika disahkan ada amanat untuk membuat MKMK,” tegasnya.
Zico juga meyakini Ketua MK Anwar Usman yang menunda pembentukan MKMK. “Tapi yang saya masalahkan adalah saya yang mendapat info, Anwar Usman lah yang secara sengaja tidak mau MK tidak ada pengawas dari 2021-2023. Dan saya sudah menulis siapa yang memberi info tersebut. Jadi MK tidak ada pengawas karena Anwar Usman menolak membuat PMK terkait MKMK untuk mengawasi MK,” pungkasnya.
Saat ini, MKMK telah memulai agenda persidangan dengan meminta keterangan seluruh pelapor, memeriksa alat bukti. Selanjutnya, MKMK mendengarkan keterangan dari sembilan Hakim terlapor.
Source : mkri.id